LEBAK – Kolaborasi Antar Lembaga (KRL) menyebut, ada kejanggalan yang di sampaikan pihak DMPTSP soal pembuatan ijin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sementara. Pihaknya juga mengaku miris kepada penegakan Perda di Kabupaten Lebak yang terkesan tebang pilih, sehingga banyak bangunan yang diduga belum berijin namun dinilai terkesan dibiarkan.
“Kita mendapatkan keterangan yang agak janggal. Saat itu, hasil audensi kita waktu lalu, adalah pihak PTSP menyatakan bahwa sudah ada Perda No 2 Nomor 22 tahun 2022 sehingga sudah dikeluarkanlah PBG sementara. Namun pada saat audensi berlangsung, kami konfirmasi langsung kepada Kominfo dan Satpol PP yang ada di audensi itu, tapi anehnya, satpol PP sebagai Penegak Perda dan Kominfo sebagai pemberi informasi terhadap kebijakan pemerintah daerah, gak tahu bahwa sudah ada Perda yang sudah keluar yaitu Perda no 2 nomor 22 tahun 2022 tentang perubahan terhadap Perda yang sebelumnya perda IMB terkait permasalahan PBG Itu. Gimana gak aneh coba. Masa hanya PTSP saja yang tahu, ini kan informasi untuk publik dan sangat penting bagi para pengusaha,” tegas perwakilan KRL Marpausi yang juga Ketua AGP pada awak media, (14/6/2022).
Menurut Marpausi, Perda No 2 Nomor 22 tahun 2022 itu terkesan di paksakan. Pasalnya, sebelumnya tidak ada sosilisasi kepada Publik soal Perda tersebut. Kemudian, menurutnya, Regulasi Perda itu juga belum jelas seperti apa dan bagaimana tahapannya.
“Harusnya intens disosialisasikan soal Perda itu dan di perjelas seperti apa Regulasi Perdanya, seperti apa tahap penyusunan PBGnya, karena ini sangat penting bagi investor atau yang akan berinvestasi di Kabupaten Lebak dan juga terhadap PAD tentunya. Kita khawatir para pengusaha sudah mengurus segala sesuatunya, namun ini terhambat oleh regulasi peraturan yang masih simpang siur, atau yang bisa kita garis bawahi ini belum tersosialisasikan secara baik atau terintegrasi diantara dinas dengan baik,” pungkasnya.
Senada, Ahmad Yani Ketua Umum Bentar, juga mengaku prihatin banyaknya bangunan yang diduga belum memiliki ijin dan terkesan dibiarkan.
“Keprihatinan Lembaga di Kabupaten Lebak terhadap banyaknya bangunan bangunan yang diduga belum memiliki ijin PBG sebagai pengganti IMB. Dugaan tersebut kita inventarisir mulai dari banyaknya pembangunan Tower Providers atau BTS yang ada di kabupaten Lebak. Selain itu, banyak juga ruko ruko yang ternyata sudah lama berdiri namun belum memiliki ijin, seperti di tanah milik PT. KAI itu. Tentu kami perihatin karena Kabupaten Lebak kecolongan PADnya dan aturan Perda terksesan di abaikan,” katanya.
“Kami coba melakukan beberapa tahapan klarifikasi melalui dinas terkait yaitu PTSP, namun itu tidak terpasilitasi. Kami coba ke Sekretariatan Daerah dan mendapat jawaban dari pak ASDA 1 pada saat itu informasi atau permasalahan tersebut akan segera di evaluasi dan ditindaklanjuti kepada dinas terkait yaitu DPMPTSP satpol PP dan dinas dinas lainnya yang ada di Kabupaten Lebak,”tambah Yani menguraikan.
Lanjut Yani, menindaklanjuti hal tersebut, KRL juga terus mengawal dan tetap saja belum ada perkembangan, sehingga kami coba layangkan kepada DPRD Kabupaten Lebak dengan melakukan aksi unjuk rasa.
“Selain tower, ada 3 hal yang kita soroti pertama tower providers BTS, kedua ijin perijinan jaringan internet atau Wi-Fi yang dilakukan oleh PT Biz Net diwilayah Kabupaten Lebak terakhir itu adalah banyaknya bangunan atau pembangunan liar dimili PT.KAI yang kita duga belum berizin. Miris, sangat miris Kabupaten Lebak, seakan sudah tumpul aturan Penegakan Perda jika begini,”kata Yani.
Lanjut Yani menguraikan, pada saat dirinya bersama Lembaga yang tergabung di KRL melakukan Aksi, Ketua DPRD Lebak berjanji kepada kami dan meminta waktu dua Minggu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun hingga saat ini belum terealisasi.
“Bahkan hingga saat ini belum ada kejelasan, janji itu hanyalah angin,” katanya.
Yani juga mengaku merasa heran dengan penegakan Perda di Kabupaten Lebak. Pasalnya, pengakuan dari Dinas PTSP Lebak yang pernah melayangkan surat hingga dua kali ke PTKAI tidak mendapatkan jawaban.
“Kan aneh, mengapa belum mendapatkan jawaban. Sebetulnya yang pegang aturan Perda di Lebak ini siapa, masa tidak ada jawaban, kenapa tidak tidak dilakukan pendindakan disegel kah, atau di tutup. Ini yang membuat kami timbul kejanggalan,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas DPMPTSP Yosep Mohamad Holis saat dikonfirmasi mengatakan bahwa regulasi PBG sudah jelas mengacu pada UU cipta kerja dan turunannnya terutama PP 5 PP 6 dan PP16 tahun 2021. Sebagai informasi pada masa transisi sejak agustus 2021 sampe sekarang seluruh Kab/Kota harus mempersiapkan 3 hal minimal yaitu regulasi perubahan perda IMB ke PBG.
” Untuk Lebak alhamdulilah sudah. Semua pengajuan PBG harus masuk ke aplikasi SIMBG yang dikelola oleh kementrian PUPR yang terus sudah diperbaharui dan ketiga harus sudah ada tenaga Profesional ahli (TPA) sbg penilai gambar teknis,”katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Kominfo Lebak Dodi Irawan dikonfirmasi mengenai hal tersebut ia mengatakan bahwa
terkait UU 14 tahun 2008 tentang informasi publik di sebutkan bahwa setiap badan publik itu wajib menginformasikan.
“Nah, di pemerintahan itu badan publik itu Siapa ? Pertanyaannya kan badan publik. Setiap Lembaga yang mendapatkan bantuan dari pemerintah anggarannya dari APBD APBN atau apapun itu dan hingga masyarakat, nah, Kominfo dalam hal ini sebagai PPD utama sekretariat di atasan langsungnya Sekda sekretariat PPID kalau berbicara Perda nanti adanya di bagian hukum di web JDIH,”katanya.
Ditanya kembali mengenai Perda tersebut, kenapa Kominfo tidak mengetahui, Dodi menjawab dasarnya apa Kominfo harus mengetahui .
“Jika Kominfo harus menginformasikan bicaranya di undang undang 14 tahun 2008 tentang informasi publik akan tetapi nanti saya lihat karena belum baca itu,” katanya. (Red)