PEKANBARU – Dewan Pimpinan Pusat Solidaritas Peduli Keadilan Nasional (DPP-SPKN), khawatir dengan masih maraknya praktik jual beli buku LKS serta pengadaan baju seragam sekolah untuk siswa tingkat SD dan SMP di kota Pekanbaru-Riau. Hal tersebut disampaikan Sekjen DPP-SPKN, Romi Frans, Selasa (1/10/2024).
“Apapun alasannya yang pasti orang tua siswa masih dibebani biaya. Jangan di pungkiri, bahwa praktik penjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) serta baju seragam di sekolah tingkat SD dan SMP di kota Pekanbaru masih terjadi,” imbuh Romi.
“Padahal, UU tentang Sisdiknas tegas dikatakan, bahwa pendidikan dasar itu harus bebas biaya pendidikan. Untuk itu, Kondisi ini harus disikapi secara serius oleh Dinas Pendidikan kota Pekanbaru dan melakukan penindakan kepada pihak sekolah. Harusnya Kepala dinas pendidikan Pekanbaru harus mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan ini,” tambahnya.
Romi mengingatkan Kemendikbud telah menyatakan bahwa penyediaan buku sudah disiapkan dengan mekanisme pendanaan dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Namun, yang terjadi di lapangan, bahwa masih ditemukan praktik jual buku Lembar Kerja Siswa (LKS) saat ini di lingkungan sekolah Pemerintah Kota Pekanbaru,” jelasnya.
Selanjutnya bahwa didalam peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan telah di jelaskan secara rinci tentang itu.
Kemudian pasal 181 PP Nomor 17 Tahun 2010 sudah jelas bahwa pendidik dan tenaga kependidikan baik perseorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, ataupun bahan pakaian seragam di satuan pendidikan.
“Bahkan Permendikbud Nomor 6 tahun 2021 menjelaskan tentang petunjuk teknis pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bahwa sekolah dilarang menjadi distributor buku LKS,” terangnya.
Ditegaskan Romi, terkait LKS dan baju seragam sekolah, sebagaimana diatur salam UU No : 75 pasal 12 huruf b tentang komite sekolah baik secara kolektif atau perseorangan melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/ wali.
“Kami menyoroti hal tersebut bukan tanpa dasar. DPP-SPKN ada menerima laporan dari orang tua siswa juga berdasarkan informasi yang dihimpun tim SPKN. “Sebenarnya kami sudah lama mengetahui hal ini dan sudah menjadi rahasia umum, tetapi batu kali ini kita soroti,” tegasnya.
“Meski secara umum, pihak sekolah tidak mewajibkan para siswa untuk memiliki buku LKS tersebut, tetapi secara tidak langsung (indirectly) para siswa agar memiliki buku LKS tersebut.
Dengan modus, buku LKS dititipkan di Toko buku, kedai foto copy oleh pihak distributor atau penyalur yang diduga telah direkomendasikan pihak sekolah,” sebut Romi.
Kemudian, terkait rehab gedung sekolah SMP dan SD banyak laporan yang diterima tidak sesuai harapan. Untuk itu tim DPP SPKN akan melakukan penelusuran observasi terkait rehab berat gadung SD dan SMP yang ada dipekanbaru dari tahun 2022- 2024.
“Jika memang ada indikasi merugikan keuangan negara dalam penggunaan anggaran, maka kami akan mempersiapkan laporan ke APH,” tandasnya.
Sementara itu,Kepala Dinas Pendidikan kota Pekanbaru, Abdul Jamal yang di konfirmasi melalui aplikasi WhatsApp nya, belum memberikan jawaban.