Kota Kupang — Sengketa Tanah Warisan Almarhum Johanis Konay (II) dan Almarhumah Elisabeth Tomodok di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) belum selesai.
Hal tersebut dikatakan Drs. Alfons Loemau, S.H., M.Si., M.Bus. selaku ketua hukum dalam Press Conference. Menurutnya, faktanya sampai dengan saat ini masih terdapat permasalahan-permasalahan hukum atas tanah warisan Almarhum Johanis Konay (II) dan Almarhumah Elisabeth Tomodok yang meliputi Tanah Pagar Panjang dan Danau Ina.
Terhadap praktik pelepasan dan penjualan-penjualan atas Tanah Pagar Panjang dan Danau Ina oleh Almarhum Dominggus Konay, Marthen Konay, dan Para Ahli Waris Esau Konay didasarkan pada Surat Kuasa tanggal 20 Januari 2004.
“Kami tanggapi bahwa Surat Kuasa tersebut adalah Surat Kuasa Mutlak karena Penerima Kuasa (Dominggus Konay) diperbolehkan untuk “untuk menyerahkan hak atas tanah kepada pihak lain,” ucapnya.
Dikatakan Alfons, Surat Kuasa tersebut mengandung unsur Kuasa Mutlak yang dilarang secara hukum yang secara khusus larangan Kuasa Mutlak diatur pada Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah.
Kemudian, terhadap Surat Kuasa tersebut Ahli Waris-lainnya yang seharusnya sebagai Pemberi Kuasa menyatakan tidak pernah memberikan Kuasa dan menandatangani Surat Kuasa tersebut, maka dapat diduga adanya tindak pidana membuat dan menggunakan Surat yang dipalsukan.
Oleh karenanya segala bentuk Peralihan Tanah Pagar Panjang dan Tanah Danau Ina yang diperoleh dari Almarhum Dominggus Konay, Marthen Konay, dan Para Ahli Waris Esau Konay yang didasarkan oleh Surat Kuasa tersebut merupakan Peralihan Tanah yang cacat hukum dan berpotensi akan dihadapkan dengan berbagai permasalahan hukum.
Pernyataan tersebut juga didukung oleh Kantor Pertanahan Kota Kupang sebagaimana Surat Nomor: MP.02.02/2338.1-53.71/XI/2021 tanggal 29 Oktober 2021 yang menyatakan bahwa diantara para pihak, yaitu Ahli Waris Keluarga Konay sampai dengan saat ini belum ada kesepakatan pembagian waris terhadap tanah warisan Almarhum Johanis Konay (II) dan Almarhumah Elisabeth Tomodok.
Kantor Pertanahan Kota Kupang secara tegas juga mengakui bahwa Ahli Waris Johanis Konay (II) terdiri dari 6 (enam) orang anak yaitu Agustina Konay, Zakharias Bartholomeos Konay, Santji Konay, Urbanus Konay, Esau Konay, dan Juliana Konay.
Pernyataan Kantor Pertanahan Kota Kupang tersebut telah mematahkan isu-isu yang selama ini diduga disebarkan oleh pihak Ahli Waris Esau Konay yang diwakili oleh Marthen Konay dan Pengacaranya Fransisco Bernado Bessi/Sisco Bessi.
Berbagai pemberitaan media, Marthen Konay dan Sisco Bessi secara diduga sepihak memproklamirkan diri sebagai satu-satunya Ahli Waris Almarhum Johanis Konay (II) dan Almarhumah Elisabeth Tomodok yang berhak dengan menjadikan Putusan Pengadilan Negeri 20/PDT.G/2015/PN. Kupang jo. Putusan Pengadilan Tinggi 160/PDT/2015/PT. Kupang yang sudah Inkracht, dan Berita Acara Eksekusi tanggal 15 Maret 1996 dan Berita Acara Eksekusi tanggal 8 September 1997 sebagai dasar argumentasi. Pernyataan Marthen Konay dan Pengacaranya tersebut jelas adalah sebuah kebohongan yang nyata.
Terhadap Putusan Pengadilan Negeri 20/PDT.G/2015/PN. Kupang jo. Putusan Pengadilan Tinggi 160/PDT/2015/PT. Kupang yang selalu dijadikan dasar argumentasi oleh Marthen Konay dan Pengacaranya, dapat kami tanggapi bahwa dalam Amar Putusan 20/PDT.G/2015/PN-KPG, tanggal 4 Agustus 2015 tersebut Majelis Hakim menyatakan “Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya”, hal ini berarti bahwa Para Penggugat (Yuliana Konay, Markus Konay, Salim Sitta, Molisna Sitta, Ibrahim Sitta, Gerson Konay, Henny Konay) oleh Majelis Hakim dianggap tidak dapat membuktikan dalil gugatannya tentang pembagian tanah warisan Almarhum Johanis Konay (II), dan dalam Putusan yang sama Majelis Hakim “Menyatakan Eksepsi/Bantahan Tergugat (dalam hal ini Dominggus Konay) tidak dapat diterima” yang artinya (Dominggus Konay) oleh Majelis Hakim dianggap tidak dapat membuktikan bahwa gugatan Penggugat adalah gugatan yang mengandung cacat formil (surat kuasa tidak lengkap, pihak yang berperkara salah orang, gugatan tidak menerangkan secara jelas).
Terhadap Berita Acara Eksekusi tanggal 15 Maret 1996 dan Berita Acara Eksekusi tanggal 8 September 1997 yang merupakan eksekusi terhadap Tanah Pagar Panjang dan Tanah Danau Ina yang merupakan Tanah Warisan Almarhum Johanis Konay (II), secara jelas kedua Berita Acara Eksekusi tersebut mengacu pada Putusan Pengadilan Negeri Kupang No. 65/Pdt/G/1993/PN.Kpg tanggal 20 November 1993 Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht).
Dalam Putusan tersebut, Majelis Hakim pada Amar Putusan menyatakan bahwa Almarhum Esau Konay dan Kelima orang anak lainnya (Agustina Konay, Zakharias Bertholomeos Konay, Santji Konay, Urbanus Konay, dan Yuliana Konay) adalah Ahli Waris yang sah dari Almarhum Johanis Konay (II) dan Almarhumah Elisabeth Tomodok dan paling berhak atas Tanah Pagar Panjang dan Tanah Danau Ina.
Penyataan-pernyataan yang disampaikan oleh Marthen Konay diberbagai media tersebut merupakan upaya membodohi dan mengelabui masyarakat agar Para Ahli Waris dari Esau Konay dapat secara sepihak menguasai dan melakukan penjualan atas Tanah Pagar Panjang dan Tanah Danau Ina.
Fakta ini diperkuat dengan keterangan Kantor Pertanahan Kota Kupang pada Surat Nomor: MP.02.02/2338.1-53.71/XI/2021 tanggal 29 Oktober 2021 yang menerangkan bahwa sejak Tahun 1997 – 2021 telah dilakukan penjualan-penjualan atas Tanah Pagar Panjang dan Danau Ina yang dilakukan oleh Esau Konay, Dominggus Konay, Marthen Konay, dan Para Ahli Waris Esau Konay lainnya, yang atas penjualan-penjualan tersebut telah diterbitkan hingga 117 Sertipikat Hak Milik.
Tindakan Penguasaan Sepihak Para Ahli Waris Esau Konay dalam menguasai Tanah Pagar Panjang dan Danau Ina telah menyebabkan sering terjadinya kontak fisik, kericuhan, dan perkelahian di lokasi tanah sengketa sampai menghalangi lalu lintas atau merusak kendaraan yang lewat, sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Dengan demikian, terhadap Putusan-Putusan dan Surat Kuasa yang selama ini digunakan oleh Marthen Konay dan Pengacaranya Sisco Bessi sebagai dalil untuk menyatakan dirinya sebagai Ahli Waris satu-satunya dari Almarhum Johanis Konay (II) dan Almarhumah Elisabeth Tomodok adalah dalil yang tidak berdasar dan sangat patut beralasan secara hukum bahwa terhadap pemberitaan dari Marthen Konay melalui Kuasa Hukumnya merupakan suatu pemberitaan yang menimbulkan kerancuan hukum tentang hak mewaris dan mengakibatkan keonaran di tengah masyarakat luas.
“Saya juga menyadari keprihatinan dari Sisco Bessi, karena yang bersangkutan kurang mengetahui dan memahami konstruksi dari suatu Putusan perkara a quo, atau memang terdapat kesengajaan untuk menyampaikan berita yang tidak sesuai dengan Amar Putusan dari suatu Putusan, sehingga Tindakan yang bersangkutan tersebut dapat menyesatkan pihak-pihak yang menerima dan memperoleh informasi atas rangkaian kata-kata bohong yang disampaikan,” terang Alfons.
Lebih lanjut kata dia, oleh karenanya Tindakan Marthen Konay dan Kuasa Hukumnya yang memanipulasi sebuah kebenaran secara hukum merupakan tindakan melawan hukum dan tentunya akan kami tempuh perlawanan hukum sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
“Atas Dugaan Tindak Pidana Menyebarkan Berita Bohong sebagaimana Pasal 14 Ayat (1), Pasal 14 Ayat (2), Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan/ atau Pasal 28 Ayat (1), Pasal 45A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” pungkasnya dalam Press Conference.
Reporter : Ff Battileo