Janji THR dan PPPK Berujung Polemik: Wakil Ketua DPRD Serang Dituding Umbar Harapan Palsu

SERANG – Pernyataan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Serang, Abdul Ghofur, terkait potensi pemberian THR (Tunjangan Hari Raya) dan peluang pengangkatan perangkat desa menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) menuai kontroversi. Usai mendapat kritik pedas dari publik, termasuk LSM Sedanten, Ghofur buru-buru mengklarifikasi bahwa ucapannya hanyalah “motivasi”, bukan janji politik.

Namun, klarifikasi tersebut justru dianggap sebagai upaya menarik diri dari perkataan sebelumnya, yang disampaikan di hadapan ribuan perangkat desa yang menuntut kepastian hak-hak mereka.

Ghofur bersikukuh tidak pernah menjanjikan pengangkatan perangkat desa menjadi PNS atau PPPK, karena wewenang itu ada di tangan pemerintah pusat. Ia juga mengklaim tidak pernah menjanjikan THR.

Kendati demikian, pembahasan soal THR, yang belum memiliki dasar hukum di Kabupaten Serang, dan wacana pengangkatan PPPK dalam forum besar, dinilai telah membangkitkan ekspektasi yang tidak realistis.

“Motivasi yang efektif adalah motivasi yang realistis. Memberi harapan tentang THR tanpa regulasi yang menjamin hanya akan menciptakan ekspektasi palsu dan kekecewaan massal,” tegas Ahmad Jati, Ketua Sedanten.

Dalam klarifikasinya, Ghofur sempat menawarkan studi banding bagi perangkat desa ke Garut dan Kebumen, wilayah yang telah menerapkan THR.

Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci bahwa keberhasilan daerah-daerah tersebut ditopang oleh peraturan daerah (Perda dan Perbup) yang secara hukum mengatur mekanisme dan beban fiskal THR. Kabupaten Serang sendiri belum memiliki aturan serupa.

Tanpa Perda dan Perbup, wacana studi banding bisa jadi sekedar kegiatan seremonial yang menghamburkan anggaran tanpa menghasilkan kebijakan konkret.

Ghofur juga menyebut bahwa status perangkat desa, apakah sebagai staf honorer atau tenaga alih daya, berada di bawah wewenang DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa) dan BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah). Pernyataan ini justru dianggap mencerminkan kurangnya pemahaman mendasar mengenai peraturan desa.

Merujuk Undang-Undang Desa, perangkat desa bukanlah staf honorer atau tenaga alih daya, melainkan pejabat desa dengan penghasilan tetap (Siltap) dan tunjangan dari APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa). Kerancuan pernyataan ini memperkuat anggapan bahwa sebagian pejabat publik kurang memahami aturan mendasar terkait desa.

Alih-alih menyalahkan publik atas dugaan kesalahan interpretasi, Ahmad Jati menilai Ghofur seharusnya lebih hati-hati dalam membuat pernyataan di muka umum, khususnya yang menyangkut hak-hak perangkat desa.

Menurut Jati, perangkat desa tidak butuh “motivasi” tanpa dasar hukum. Mereka lebih membutuhkan kepastian soal Siltap, jaminan pembayaran yang tepat waktu, serta aturan yang konsisten, bukan janji-janji baru yang tidak jelas.

Ahmad Jati menegaskan, DPRD Kabupaten Serang harus mengambil langkah konkret dengan menginisiasi pembentukan Perda/Perbup jika memang ingin mewujudkan kebijakan THR bagi perangkat desa. Selain itu, DPRD juga harus aktif mengawasi pembayaran Siltap secara rutin, serta mengawasi kebijakan anggaran desa dan kepegawaian perangkat desa.

“Janji THR dan PPPK itu bukan wewenang DPRD Serang. Menyebarkan pembahasan tanpa dasar hukum justru bisa menciptakan ketidakpastian di tingkat akar rumput,” pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, awak media masih berupaya mengonfirmasi pihak-pihak terkait untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut.

Mau punya Media Online sendiri?
Tapi gak tau cara buatnya?
Humm, tenang , ada Ar Media Kreatif , 
Jasa pembuatan website berita (media online)
Sejak tahun 2018, sudah ratusan Media Online 
yang dibuat tersebar diberbagai daerah seluruh Indonesia.
Info dan Konsultasi - Kontak 
@Website ini adalah klien Ar Media Kreatif disupport 
dan didukung penuh oleh Ar Media Kreatif