SERANG – Pernyataan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Serang, Abdul Ghofur, yang menjanjikan akan memperjuangkan Tunjangan Hari Raya (THR) dan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagi perangkat desa menuai sorotan. Pasalnya, hingga saat ini belum ada regulasi yang jelas mengenai hal tersebut.
Abdul Ghofur menyampaikan janjinya dalam sebuah diskusi dengan Persatuan Perangkat Desa Se-Kabupaten Serang, yang kemudian tersebar di berbagai platform media sosial. Namun, klaim tersebut dinilai berpotensi menyesatkan karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Ketua LSM Sedanten, Ahmad Jati, menegaskan bahwa THR untuk perangkat desa tidak diatur dalam aturan baku manapun. “Sampai saat ini, tidak ada aturan setingkat Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang secara eksplisit mengamanatkan pemberian THR bagi Perangkat Desa, seperti halnya THR untuk ASN (PNS/PPPK) atau TNI/Polri,” ujarnya.
Ahmad Jati menambahkan, hak keuangan perangkat desa umumnya hanya mencakup Penghasilan Tetap (Siltap) dan tunjangan yang bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD) dan sumber lain yang sah. THR merupakan komponen yang terpisah dan belum memiliki dasar hukum yang kuat untuk dibebankan pada APBD/APBDes.
Selain itu, Ahmad Jati juga mengkritisi pernyataan Abdul Ghofur mengenai keterlambatan pembayaran sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) yang membebani perangkat desa. Menurutnya, yang seharusnya dibayarkan kepada perangkat desa adalah Siltap, bukan Silpa.
“Keterlambatan pembayaran Siltap inilah yang menjadi masalah mendasar dan memprihatinkan, bukan ‘Silpa’,” tegasnya. Ia juga menyoroti adanya kerancuan terminologi dan pemahaman Abdul Ghofur mengenai hak keuangan desa.
Terkait janji Abdul Ghofur untuk memperjuangkan status perangkat desa menjadi PPPK, Ahmad Jati juga mengingatkan bahwa keduanya memiliki perbedaan status. “Perangkat desa diangkat berdasarkan Undang-Undang Desa, sementara PPPK diatur oleh Undang-Undang ASN. Kedua status ini memiliki rezim hukum yang berbeda,” jelasnya.
Perubahan status tersebut memerlukan payung hukum yang kuat dan skema rekrutmen/konversi dari Pemerintah Pusat, yang hingga kini belum final atau diumumkan secara resmi.
Ahmad Jati menyarankan agar Abdul Ghofur fokus mengawal pembayaran Siltap yang rutin dan tepat waktu sesuai amanat Permendagri, daripada menjanjikan hal-hal yang regulasinya belum ada.












