KLUNGKUNG – Inti dari Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1946 adalah membangun karakter umat untuk mewujudkan keseimbangan dan keharmonisan. Dalam pelaksanaannya ketika menjalankan Catur Brata Penyepian, umat Hindu diingatkan kembali, untuk memuliakan nilai-nilai kemanusiaan serta diingatkan ajaran luhur, yang mengajak umat Hindu dimanapun berada menciptakan keharmonisan dalam kehidupan.
Momentum Hari Raya Nyepi yang dirayakan setiap satu tahun sekali.
Sementara, tahun 2024 ini sebagai tahun Saka 1946 nampak keharmonisan yang nyata antar umat beragama, yang pelaksanaannya berbarengan dengan awal bulan Ramadhan (bulan puasa) bagi umat Muslim dan berdekatan dengan Hari Raya Galungan serta Kuningan membawa makna tersendiri.
Pada Hari Raya Nyepi yang jatuh pada tanggal 11 Maret 2024 ini, sebelumnya Umat Hindu menjalankan puasa Pati Geni selama 24 jam penuh, bertujuan menyatukan kembali umat Hindu kepada Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, apalagi pasca pelaksanaan Pemilu 2024 lalu, yang terkotak-kotak, karena beda pilihan dan kepentingan, demikian disampaikan Ketua PHDI Pusat, Marsekal TNI ( purn) Ida Bagus Putu Dunia. Minggu, (17/3/2024).
Dia menjelaskan bahwa, dalam rangkaian Perayaan Nyepi Dharma Shanti Nasional yang bertempat di Puri Den Bencingah, Jalan Raya Besakih Nomor 16, Desa Akah, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, mengucap selamat atas terselenggaranya Rangkaian Nyepi Dharma Santi Nasional Gabungan, yang diselenggarakan PHDI, Forgas, Desa Adat dan Dharma Shanthi. Menurutnya, Rangkaian dari pelaksanaan Brata Penyepian sebagai wujud pembangunan karakter manusia menuju harmonisasi.
“Nyepi posisi Bulan Bintang dan Matahari dalam garis lurus dan Matahari saat ini dalam garis katulistiwa, sehingga posisi tersebut berpengaruh besar kepada kehidupan manusia dan alam yang harmonis dan itu kita aktualisasikan dengan kegiatan Dharma Shanti ini,” jelas Ida Bagus Putu Dunia.
Menurut Ida, PHDI yang disebut pemurnian ini dimaksudkan untuk menyucikan Hindu Dharma Indonesia, termasuk khususnya Hindu Bali, supaya bebas dan bersih dari sampradaya asing. Sementara, PHDI itu sendiri adalah bagian dari perjuangan bersama untuk menjaga Hindu Darma Indonesia.
“Melalui PHDI, karena kita ketahui PHDI yang merupakan Hasil Mahasaba Xll itu, dalam Anggaran Dasar masih bekerjasama dengan sampradaya yang dibungkus dengan kata-kata bekerjasama dengan organisasi yang bernafaskan Hindu,” ujarnya.
Ida menuturkan, pernyataan-pernyataan untuk membentuk Hindu Global dan Hindu Universal guna menjadikan Hindu Dharma Indonesia sebagai Hindu universal ini sangat berbahaya, karena Hindu Dharma Indonesia tidak sama dengan Hindu yang ada di negara lain.
“Kita mempunyai kepercayaan leluhur, seperti Pancasuda Tri Hita Karana, Pancayatna semua itu tidak ada di Hindu yang lain. Jadi, kalau kita mau berpolitik bukan tempatnya di agama Hindu. Kita ingin kesucian, kita beragama untuk mencapai Moksartam Jagathita ya ca Iti Dharma atau tujuan tertinggi agama Hindu meliputi kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagiaan,” tuturnya.
Dia juga menekankan agar Hindu Bali bisa terbebas dari dari Sampradaya Asing, seperti Sai Baba dan Krisna.
“Karena mereka merongrong Hindu Bali dan kita anggap sebagai sel kanker,” tegas Marsekal TNI (Purn) Ida Bagus Putu Dunia, yang juga tokoh Nasional mantan KSAU serta Ketua Pembina Nak Bali sekaligus Penasehat Tim Pemenangan Nasional ( TKN) Prabowo-Gibran pada pemilu 2024 yang membuat Prabowo-Gibran di Bali mampu menang dengan melebihi target 55,91 persen.
Sementara itu, dalam sambutannya sebagai tuan rumah, Dharma Kertha PHDI Pusat Ida Pengelingsir Putra Sukahet mengucap rasa syukur, karena hari ini Puri Den Bencingah dan pengellingsir Agung sangat berbahagia.
“Hal itu dikarenakan pelaksanaan rangkaian Perayaan Nyepi Tahun Baru Saka 1946 ini dihadiri oleh tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh adat, para pemangku kebijakan dan pemimpin instansi, terutama para sulinggih se-Bali,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut Ida Pengelingsir Putra Sukahet juga menyoroti tentang Ajeng Bali, kerukunan umat beragama hingga paras paros di Bali, sehingga terjadi ketenangan dan kedamaian di Bali, yang vibrasinya menyebar ke pelosok Nusantara, bahkan ke seluruh Dunia.
Dia menyebut, Hari Raya Nyepi sangat berbeda dengan Hari Raya Hindu lainnya, sangat berbeda secara spesifik. Dicontohkan, Galungan, Kuningan, Pagerwesi dan Saraswati itu Hari Raya umat Hindu, tetapi secara Niskala, Hari Raya Nyepi adalah Hari Rayanya alam semesta serta Hari Rayanya Buana Agung dan Buana Alit.
“Sehari saja tidak ada polusi, satu hari saja tidak ada konflik, maka alam semesta di seluruh dunia akan bahagia. Begitu kita memelihara alam semesta, maka alam semesta akan menghidupi kita dengan baik,” kata Pengelinsir Putra Sukahet, sambil menutup sambutanya dengan membaca puisi, Klungkung-Semarapura, Kirang Langkung Nunas Gengrena Sinampura, burung Irian-burung cenderawasih, cukup sekian dan terima kasih.
Dalam rangkaian Perayaan Nyepi, turut hadir, Ketua FORGAS Bali Arya Bagiastra, S.H.,MH.,CTA.,FSAI.,AAIJ.,AMRP.,SE.,Drs.,MM.,MBA., dan juga dihadiri oleh Pj Gubernur Bali yang diwakili Kepala Kesbangpol Provinsi Bali Drs. Gusti Ngurah Wiryanata M.Si., dan tokoh Pengelingsir Puri Satria Cok Ratmadi.
Dari pantauan tintakitanews.com, dalam acara tersebut turut hadir Ketua MUI Bali, Drs. H. Mahrusun Handoyo M.Pd.I., Ketua Walubi Bali Romo Oska, Uskup Romo Pites, Ketua Konghucu Adinata serta perwakilan Forkopimda Provinsi serta Daerah, Kejaksaan Tinggi Bali, Kemenkumham Bali, Polda Bali dan Kodam IX Udayana Bali.
Tak hanya itu, dalam rangkaian Perayaan Nyepi Tahun Baru Saka 1946, undangan yang hadir sangat membludak dan memenuhi ruangan yang telah disiapkan oleh panitia. (Red)