PEKANBARU – Propam Polresta Pekanbaru telah menggelar sidang disiplin terhadap empat anggotanya terkait penerbitan Surat Tanda Penerimaan Laporan Kehilangan Barang atas bilyet deposito Bank BPR Fianka Rezalina Fatma. Sidang yang berlangsung di Aula Zapin, Polresta Pekanbaru, pada Selasa (18/11/2025), menyeret Aipda Iswahyudi, Aiptu Rina Hutagaol, Aipda Rahman Wiradinata, S.H, dan Aiptu Bambang Siswanto, S.H, sebagai pihak yang diduga melakukan pelanggaran.
Sidang tersebut dipimpin oleh Kompol Kamsir, S.H, didampingi Kompol Ikwan W dan Iptu Yudi Antoni, dengan Iptu Desmawati SH bertindak sebagai Sekretaris Sidang Disiplin dan Iptu Julihariadi sebagai Penuntut.
Keempat anggota Polri ini diduga melanggar peraturan perundang-undangan karena menerbitkan Surat Tanda Penerimaan Laporan Kehilangan Barang atas bilyet deposito yang terdaftar atas nama Bie Hoi dan Halim Hilmy. Fakta yang memberatkan, kedua nama tersebut tidak pernah memberikan kuasa kepada siapapun untuk membuat laporan kehilangan di kantor polisi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan alat bukti yang ada, majelis sidang menyimpulkan bahwa keempat anggota Polri tersebut terbukti melanggar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Terduga pelanggar telah terbukti melakukan pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud dalam aturan pasal 3 huruf G dan pasal 5 huruf H, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003. Dengan ini, Aipda Iswahyudi dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran tertulis dan penundaan pendidikan selama enam bulan,” tegas Kompol Kamsir saat membacakan putusan.
Untuk tiga anggota lainnya, Kompol Kamsir melanjutkan, “Terduga pelanggar juga telah terbukti melakukan pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud dalam aturan pasal 4 huruf B dan huruf F, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003. Maka, Aiptu Rina Hutagaol, Aipda Rahman Wiradinata, S.H, dan Aiptu Bambang Siswanto, S.H, masing-masing dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran tertulis dan penundaan pendidikan selama enam bulan.”
Bie Hoi, yang menjadi korban kehilangan deposito, mengungkapkan harapannya setelah mengikuti sidang. “Sebagai korban yang mengalami kerugian miliaran rupiah akibat kehilangan deposito ini, saya sangat berharap hasil putusan ini dapat menjadi awal untuk mengungkap perkara-perkara lainnya. Kami memberikan apresiasi kepada Propam Polresta Pekanbaru yang telah menggelar sidang pelanggaran disiplin ini,” ujarnya.
Sementara itu, Jetro Sibarani, SH., MH., selaku kuasa hukum korban, menyampaikan kekecewaannya terhadap putusan yang dianggap belum memberikan keadilan sepenuhnya. “Kami melihat putusan ini belum memberikan rasa keadilan yang sepadan kepada klien kami, terutama karena surat kehilangan bisa dikeluarkan dengan begitu mudahnya. Lebih jauh lagi, surat keterangan hilang tersebut justru dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang merugikan klien kami,” ungkapnya.
Jetro Sibarani menambahkan bahwa Aipda Iswahyudi mengakui dalam persidangan bahwa ia diminta oleh seorang wanita berinisial H untuk membantu mengurus surat kehilangan bilyet deposito milik kliennya. “Oleh karena itu, dalam waktu dekat, kami akan menempuh upaya hukum lainnya untuk mencari keadilan yang lebih baik,” tegasnya.












