SERANG – Ketua Forum Masyarakat Peduli Transparansi, Mahesa menyoroti dugaan penyalahgunaan anggaran kompensasi galian C yang beroperasi di Kecamatan Jawilan belakangan diketahui dilakukan oleh salah seorang warga bernama Darja yang mengaku sebagai Koordinator Pembangunan di Desa Pagintungan Kecamatan Jawilan. Menurutnya, hal ini seolah menunjukkan sisi gelap tentang regulasi pertambangan ilegal di wilayah Kecamatan Jawilan yang memang terindentifikasi banyak oknum berperan dengan sengaja membuat para perusak lingkungan kebal hukum.
Darja yang berstatus sebagai suami dari Sumyanah atau Kepala desa (Kades) Pagintungan diduga kuat turut andil dalam proses pemberian kompensasi kepada masyarakat guna memuluskan proyek galian C di wilayah tersebut. Terbukti dalam pernyataan yang diklaim beberapa waktu lalu melalui statement nya.
Pria yang getol menyuarakan aspirasi diwilayahnya tersebut juga menyayangkan tentang persoalan yang berada di Desa Pagintungan seolah luput dari pengawasan, dinas maupun Instansi terkait. Padahal, informasi-informasi beredar sudah sering disampaikan kepada para pemangku kebijakan dan aparat penindak hukum di wilayah hukum Pemerintah Kabupaten Serang, Provinsi Banten, namun sayangnya informasi yang disampaikan seolah hanya menjadi tumpukan sampah saja. Ada apa dengan sang pengayom seakan tidak ingin ambil pusing mengenai persoalan yang di alami masyarakatnya.
“Lantas kami harus mengadu kepada siapa lagi jika Intansi yang dikenal sebagai pengayom Masyarakat saja diam seakan tidak terjadi apa-apa. Apakah ada udang di balik urugan,” tegas Mahesa, Sabtu (26/7/2025).
Berkaian dengan hal ini, Mahesa juga menegaskan pihaknya akan segera melayangkan surat aduan kepada institusi dan pemerintah terkait khususnya kepada Bupati Serang.
”Insyaallah hari Senin kami akan mendatangi Polda Banten, Kepala Kejaksaan Negeri Serang, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten dan Bupati Serang guna mengeluhkan kondisi di wilayah kami,” tandasnya.
Gejolak Masyarakat
Jumat 25 Juli 2025 sejumlah warga berbondong-bondong menghentikan kegiatan galian yang dilakukan oleh pihak penambang. Mereka mempertanyakan legalitas proyek serta menyuarakan kekhawatiran akan dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan.
“Kami tidak diberi informasi, tidak pernah dimintai persetujuan. Tiba-tiba tanah di kampung kami digali. Ini meresahkan,” teriak warga Cikasantren.
Warga Cikasantren secara tegas meminta perhatian dari pihak aparat penegak hukum, Gubernur Banten dan Bupati Serang untuk segera mengambil sikap terhadap aktivitas galian yang meresahkan di wilayahnya. Selain itu, mereka juga menuntut klarifikasi dan penindakan jika terbukti proyek dilakukan secara ilegal.
“Kami minta aparat turun langsung dan menghentikan kegiatan ini. Jangan sampai ada kerusakan lingkungan, dan jangan biarkan hukum diabaikan,” tegas Warga.
Di sisi lain salah satu warga saat ditemui dikediamaannya, mengaku tidak pernah diajak bermusyawarah terkait aktivitas tersebut.
“Kami tidak pernah diberi tahu, apalagi dimintai izin. Baru setelah dihentikan warga, mereka berdalih itu hanya pengambilan sampel. Tapi kok sampai puluhan mobil,” kata Abah Sakmin, tokoh masyarakat setempat.
Hal senada diungkap Ketua RT 17 yang kerap disapa Abah Usman, ia menyatakan bahwa masyarakat tidak menuntut dana kompensasi, tetapi mendesak Pemerintah Kabupaten maupun Provinsi segera menutup tambang yang dianggap ilegal dan merusak lingkungan.
“Kami hanya butuh lahan hijau masyarakat dipergunakan ketahanan pangan yang asri bisa di pakai pertanian bukan malah di rusak. Untuk itu kami minta kepada Pemerintah Provinsi Banten segera menutup tambang yang meresahkan masyarakat,” tegasnya.
Sikap tegas juga disampaikan oleh pemuda setempat yakni Tokoh Pemuda, Jemi dan Amsar. Mereka menegaskan bahwa jika aktivitas tambang tetap berjalan tanpa izin, mereka akan menggerakkan aksi lanjutan di kantor kecamatan dengan melibatkan seluruh warga RT 17 dan 18.
“Kalau mereka tetap nekat, kami akan turun ke kecamatan. Kami juga heran, kenapa penegak hukum diam saja ya. Mereka tahu ini tambang ilegal. Ada apa sebenarnya,” kata mereka heran.
Sementara itu, PLT Camat Jawilan, Usman S.Pd saat dikonfirmasi terkait adanya warga kampung Cikasantren melakukan penolakan galian tanah merah diwilayah kampungnya bahkan tidak mengantongi ijin lingkungan mendukung langkah warga.
”Saya sangat mendukung atas apa yang di lakukan oleh warga kalau memang tidak ada ijin, karena selama ini juga pelaku usaha belum pernah ada sowan ke kantor kecamatan pernah saya telepon juga tidak mau angkat saya telepon hanya ingin menanyakan ijin nya,” tukasnya.
Sebelum berita ini di muat, awak Media masih mencoba mengkonfirmasi Dinas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Banten namun belum ada respon padahal pesan yang dikirim centang dua.