SERANG – Gugur dalam tugas adalah kemuliaan bagi siapapun, entah kepada abdi negara, sipil maupun militer. Dedikasi pada negara tidak hanya berkorban waktu dan tenaga, tetapi juga bertaruh nyawa. Meski demikian, bukan berarti siap mengorbankan nyawa kapanpun adalah pilihan utama, yang pasti selamat dalam tugas adalah lebih baik dan lebih penting dalam mengemban tugas.
Mungkin kata yang tepat tersebut digunakan bagi warga Lebak belakangan ini. Pasalnya, publik Kabupaten Lebak dibuat riuh pasca meninggalnya Yadi Suryadi, anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Lebak.
Yadi dinyatakan meninggal setelah kurang lebih dua pekan dirawat di RS Adjidarmo Rangkasbitung pasca tertimpa pagar besi gedung DPRD yang roboh ketika aksi unjuk rasa oleh sejumlah Kalangan masyarakat, Aktivis dan Lembaga Swadaya Masyarakat, dua pekan lalu. Massa aksi berunjuk rasa menolak dr. Juwita Wulandari Anak Ribka Tjiptaning menjadi Ketua DPRD Lebak.
Meskipun banyak penolakan dari berbagai pihak tepatnya pada Senin 7 Oktober 2024 lalu, dr. Juwita tetap dilantik sebagai Ketua DPRD Lebak karena penunjukan Pimpinan Partai Politik tempatnya bernaung merujuk kepada dr Juwita untuk menduduki kursi ketua DPRD Lebak Periode 2024-2029.
“Desakan mengusut dalang unjukrasa menolak dr. Juwita Wulandari sebagai Ketua DPRD Lebak tidak bisa disebut murni aksi solidaritas kepada Yadi Suryadi. Tetapi lebih kepada aksi politik dari kubu dr. Juwita yang masih penasaran siapa orang dibalik aksi unjukrasa tersebut. dr Juwita menilai ada aktor dibalik unjukrasa ini, sehingga dia merasa perlu memanaskan isu ini untuk mengetahui siapa dalang dibalik unjukrasa yang menolak dirinya,” ujar Huzaemi, pengamat politik Banten Institute menanggapi gencarnya aksi unjukrasa di Rangkasbitung dalam sepekan terakhir. Minggu, (13/10/2024).
Lanjut Pria yang akrab disapa Emi ini, dirinya mengimbau kepada warga Lebak untuk tidak terpengaruh isu demikian. Sebab menurutnya, hal tersebut hanyalah aksi adu domba warga jelang Pilkada 2024.
“Menghangat (Pilkada Lebak) dan sengaja dihangatkan isu kematian Yadi Maryadi ini sebagai bentuk politik adu domba dari aktor-aktor politik di Lebak menjelang Pilkada Lebak 2024. Ada agenda politik terselubung di belakangnya,” tambahnya seraya menganalisa.
Hal senada diungkap, Samsiar Bahri, pengamat sosial dari Banten. Dia menilai dokter rumah sakit harus menjelaskan penyebab utama Yadi Suryadi meninggal, apakah karena tertimpa pagar atau karena penyakit lain yang bisa saja menyertai selama beberapa hari perawatan.
“Ini butuh penjelasan dokter, apa penyebab utama meninggalnya Yadi Suryadi? Jika meninggal karena penyakit sertaan lain, maka desakan mencari aktor unjukrasa fix sebagai gerakan politik dr Juwita, bukan aksi solidaritas,” imbuhnya.
Lebih jauh Aktivis Tangerang ini mengungkapkan, jika robohnya pagar besi lalu menimpa Yadi Suryadi dianggap bentuk tindakan kriminal para demonstran, maka perlu diketahui siapa yang melakukan tindakan kriminal terhadap Yadi Suryadi tersebut, sehingga dia terluka dan Siapa orangnya.
“Hingga saat ini, tidak ada kabar dari kepolisian bahwa peristiwa tersebut adalah tindakan kriminal. Jadi sumir kalau muncul desakan seret aktor unjukrasa,” terangnya seraya menjelaskan peristiwa ini seharusnya didudukan terlebih dulu sebagai peristiwa hukum, bukan sebagai peristiwa politik. Desakan pengusutan korban meninggal dunia harus dimulai kepada siapa pelaku yang bisa dimintai pertanggunjawaban hukum. Dalam hal ini, polisi bisa mengusut siapa yang bisa jadi tersangka dalam kasus ini.
Diketahui sepekan terakhir ini, publik Lebak dihebohkan oleh desakan untuk mengusut aktor unjukrasa yang menyebabkan anggota Satpol PP terluka hingga akhirnya meninggal dunia. Desakan tersebut disuarakan sebagai gerakan kemanusiaan dan solidaritas terhadap Yadi yang menjadi korban ambisi politik seseorang.